Great Detective (Chapter 2)

15.53.00

Naomi melirik sekali lagi alamat di kartu nama yang ada dalam genggamannya.
“Nero Street nomor 23 New York…” gadis itu menggumamkan ulang alamat itu dengan pelan dan nyaris tak terdengar.
Hari ini, ia nekat kabur dari interogasi habis-habisan Yukiko tentang penyelesaian kasus yang ditanganinya seharian kemarin.
Yukiko dan Yusaku tiba di New York Pukul 05.00 waktu setempat. Naomi yang baru tidur 4 jam, dengan malas menjalankan mobilnya menuju bandara, menjemput kedua orang tuanya.
Dan sialnya, eng… ing… eng… bukannya dihargai jerih payah Naomi yang dengan bersusah payah bangun dari tempat tidur, Naomi malah diceramahi habis-habisan karena mengendarai mobil ke bandara dan menjemput kedua orang tuanya dengan penampilan ala putri tidur : masih mengenakan piyama, dan rambut masih awut-awutan. Lengkap dengan sandal tidur Bugs Bunny yang masih melekat di kaki yang kurus nan manis itu. Untung saja Naomi masih sempat menggosok gigi, kalau tidak mungkin ia akan langsung diusir karena membawa bekas-bekas pulau berbau tak sedap itu.
Di mobil, Naomi melanjutkan tidurnya yang belum tuntas sementara kemudi diambil alih oleh Yusaku.
Samar-samar Naomi mendengar ibunya mengomel tak jelas. Tentu saja tak jelas, karena saat Yukiko mulai bicara, Naomi sudah terbang ke dunia lain. Ke dunia yang lebih indah, dan jauh dari realita.
Jam 08.00 waktu New York. Naomi setengah berlari keluar dari kamarnya. Ia segera menghampiri meja makan dan mengambil roti yang sudah diolesi selai cokelat kesukaannya oleh Yukiko.
“Kasus macam apa sih yang kamu selesaikan kemarin?” tanya Yukiko dengan cerewet seperti biasanya.
Tapi, Naomi hanya menjawab, “Mudah” dan setelah mengucapkan “Aku pergi ya, Ayah, Ibu, ada urusan penting. Dah…!!!” Naomi berlari secepat ia bisa. Menghindari jutaan pertanyaan dari ibunya yang ia yakin akan segera menghujaninya kalau saja ia tidak segera kabur.
Begitulah cara Naomi pergi dari rumahnya. Dan, setelah keluar dari rumah Naomi tak lagi mendengar apapun. Mungkin, ibunya kelewat kesal sampai tak bisa lagi bicara. Speechless gituloh…
Dipandanginya lagi gedung yang cukup tinggi itu. Mungkin sekitar sembilan sampai sepuluh lantai. Dengan ragu, Naomi masuk. Gerbang depannya dijaga sangat ketat. Alat detektor diletakkan di pintu masuk. Dua orang satpam menghampiri Naomi dan memeriksa seluruh barang bawaannya. Maklum lah kalau penjagaannya seketat ini. Namanya juga kantor pusat FBI yang bisa juga disebut Markas Besar.
“What are you doing here, Miss?” tanya salah seorang satpam dengan nada bicara yang tidak bisa digolongkan ramah.
“I Want to Meet Mr. Akai, Shuichi Akai.” Jawab Naomi selancar mungkin. Menutupi rasa groginya.
 “Oh, Mr. Akai… Ada perlu apa, Nona?” tanya satpam itu lagi. Nada suaranya masih ‘kurang’ ramah.
“Mr. Akai mengundangku datang kesini. Dan dia memberikan kartu nama ini padaku.” Naomi berkata dengan nada seorang Lady (yah… taulah Lady itu bicaranya penuh wibawa) sambil menyerahkan kartu nama yang ada di tangannya.
“Oh, silahkan masuk, Nona!” Akhirnya suara satpam itu me-ramah. Namun, sikap waspadanya tidak berkurang. “Dan, ini…” Satpam itu menyerahkan sebuah NameTake yang diperuntukkan untuk tamu.
Naomi menerimanya, dan menyematkan di saku kemeja yang ada di dadanya. “Terima kasih, Sir!” ujar Naomi ramah sambil menyunggingkan senyum termanisnya.
Gadis itu melenggang menuju pintu utama. Dilewatinya satpam yang menjaga pintu dengan langkah dan senyuman santai. Satpam itu balas tersenyum.
Naomi menatap lagi kartu nama Shuichi Akai. “Lantai 5, Room D” gumamnya perlahan. Naomi menunggu pintu lift dihadapannya terbuka sambil memperhatikan gedung itu.
Sangat Mewah. Itu ungkapan yang paling pantas untuk mendeskripsikan interior Kantor Pusat FBI. Dinding dan lantainya didominasi warna cokelat muda. Sangat berkelas.
Naomi terbengong sampai lift dihadapannya terbuka.
Baru saja Naomi hendak masuk ketika tangan seseorang menyambar lengannya. “Wah… nyalimu besar juga Nona muda!” orang itu berdecak kagum. Naomi membalikkan tubuhnya dan menemukan Shuichi Akai tengah memandanginya dengan tatapan aneh.
“Tentu saja! Kau pikir aku pengecut?” tukas Naomi yang lebih terdengar sebagai pernyataan, bukan pertanyaan.
“Baiklah, Nona…??”
“Kudo” jawab Naomi cepat. Mengingatkan Akai kalau mereka belum berkenalan secara resmi.
“Ikut aku, Nona Kudo!” Akai menarik lengan Naomi. Cukup kasar. Tapi, berasa biasa untuk seorang Naomi yang jawara karate. Naomi mengikuti Akai dengan langkah tak kalah cepat.

*

Mereka berhenti di depan pintu yang bertuliskan ‘Room J’.
Akai mengetuk pelan pintu itu. Dari dalam, pintu dibuka. Tampak seorang wanita berambut cokelat yang tidak terlalu tua. Mungkin seumuran dengan Akai.
Wanita itu terlihat memandang Naomi penuh selidik. Akai melangkah masuk sambil tetap menggandeng Naomi tanpa mempedulikan tatapan wanita itu.
Setelah pintu ditutup, wanita itu buka suara. “Siapa dia, Akai?”
“Anak dari Kenichi Nagishi” hanya itu jawaban Akai.
Wanita itu terkejut. Matanya melebar. Namun, ia tetap berusaha menguasai dirinya. Dan menjadi lebih tenang.
Naomi memberanikan diri untuk memperkenalkan dirinya. “Pagi, Nona! Nama saya Ranaomi Kudo. Anda bisa memanggil saya Naomi.” Naomi mengulurkan tangannya.
“Saya Jodie Starling. Agen FBI. Senang berkenalan denganmu nona muda.” Wanita itu menyambut uluran tangan Naomi dan dengan senyum manisnya memperkenalkan diri.
“Dia ingin menjadi Agen FBI. Jadi Sniper.” ujar Akai to the point.
Jodie tersentak. “Hah?” Kali ini matanya bukan hanya melebar, mungkin malah matanya seperti mau copot. “Apa dia tahu konsekuensi yang harus dia tanggung?” Jodie menatap Akai lalu menoleh pada Naomi, “Apa kau tahu, Nona Kudo?”
Naomi memandang mata Jodie dan dengan mantap mengangguk. Berusaha mencegah mata Jodie agar tidak copot seketika saking kagetnya.
“Aku tahu,” Naomi mulai bicara. “Mungkin hidupku akan selalu dikejar-kejar bayangan para penjahat. Nyawaku akan terancam. Aku tahu semua konsekuensi itu.”
“Lalu kenapa? Kenapa kau masih ingin menjadi agen FBI?” Jodie mengerutkan alisnya.
“Karena ayah…” Suara Naomi melemah. “Karena aku ingin menangkap orang yang sudah berniat membunuh ayahku dan membakar rumahku bersama seluruh data yang telah ayah kumpulkan dengan mempertaruhkan aku dan ibuku. Aku ingin meneruskan tekad ayah…”
“Bukankah Kenichi Nagishi meninggal karena kecelakaan pesawat 5 tahun yang lalu?” Jodie makin bingung.
“Tapi, aku merasa kalau seandainya kecelakaan itu tidak terjadi, mungkin ayah akan dibunuh dengan cara lain. Yang mungkin direncanakan mereka.”
“Mereka? Siapa?” tanya Jodie.
Tapi bukannya Naomi malah Akai yang menjawab. “Mereka. Organisasi itu…”
Jodie terbungkam. Ia kaget setengah mati. Mengapa Naomi bisa mengetahui tentang Organisasi itu. Lagipula, kisah Naomi hampir sama dengan dirinya. Ayahnya agen FBI yang mengumpulkan data tentang organisasi tersebut. Ayahnya dibunuh dan rumahnya dibakar, tapi ia selamat. Ditawari program perlindungan saksi, namun malah memaksa masuk FBI. Bedanya, Naomi tak menyaksikan kematian orangtuanya di depan mata. Lagipula, tak ada yang menawari Naomi masuk program perlindungan saksi.
Jodie tersadar dari keterkejutannya. Dan bertanya dengan nada stabil. “Sejauh mana kau tahu tentang Organisasi itu?”
Naomi menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan. “Sejauh yang ayahku tahu. Aku berhasil menyelamatkan seluruh data yang ayahku punya tentang organisasi itu.”
“Seluruhnya?” Akai dan Jodie terkesiap. “Bagaimana bisa?”
“Tentu saja bisa. Karena falshdisk yang berisi data tentang organisasi itu selalu ada disini…” Naomi mengeluarkan bandul kalung yang ia pakai. Bandulnya adalah Flashdisk 2GB dalam ukuran standar. “Sejak ayahku meninggal, flashdisk ini kujadikan bandul kalung.”
“Bagaimana kau bisa mendapatkannya?” Kali ini Akai yang bertanya. Sementara Jodie masih diam antara kaget dan kagum…
“Hanya ini yang kutemukan di kamar ayah sewaktu aku akan pindah ke rumah orangtua angkatku. Benda ini adalah satu-satunya peninggalan ayah yang masih utuh. Karena iseng, dua tahun yang lalu aku membuka isi flashdisk ini menggunakan komputer ayah angkatku. Di dalamnya, aku menemukan banyak file Word. Aku buka satu persatu dan kubaca. Semua catatan tentang anggota organisasi berbaju hitam yang ayahku tahu.”
“…”
“Kenapa kalian diam?”
“…”
“Mr. Akai… Miss Jodie…”
“…”
“Hei!” Naomi setengah berteriak. Membuyarkan lamunan dua agen FBI itu.
Jodie dan Akai saling berpandangan dan mengangguk. “Baiklah, kami akan membawamu menemui James Black.” Jodie membuka suara terlebih dahulu.
Akai menyambar telepon yang ada di meja. Tapi, sebelum Ia sempat menekan nomor tujuan, pintu ruanagn itu terbuka. Tampaklah sesosok laki-laki yang lumayan tua. Berkumis dan berjanggut putih.
“James…” Jodie bergumam.
Akai meletakkan kembali telepon yang sudah diangkatnya tadi. Sedangkan Naomi, ia terhanyut dalam lamunannya sendiri. Menatap laki-laki yang baru saja masuk ke ruangan itu.
“Siapa dia?” James bertanya.
“Namaku Ranaomi Kudo, Sir. Putri tunggal Kenichi Nagishi.” Naomi lagi-lagi memperkenalkan dirinya.
“Lalu, apa keperluanmu, Nak?” Tanya James.
Sebelum Naomi sempat menjawab, Jodie dan Akai mendahuluinya. Mereka menceritakan seluruh apa yang ia dengar dari Naomi barusan. Dan tentu saja menyampaikan tujuan Naomi.
James manggut-manggut tak jelas. “Konsekuensinya bukan hanya seperti yang kau katakan, Nak.” James memandang Naomi dengan tatapan lembut. “Kau akan kehilangan masa mudamu yang indah. Dan akan kehilangan kebebasanmu.” ia memberi pengertian.
Naomi diam. Ia memang mencintai ayah kandungnya. Dan ia bertekad untukmelanjutkan jejak ayahnya memberantas kejahatan. Tapi, apakah Naomi benar-benar siap jika ia harus kehilangan kebebasannya? Masa mudanya?
Tiba-tiba terbesit sebuah ide di pikirannya. Ide aneh memang, tapi juga brilian.
James memandang Naomi. Ia mengira gadis itu kehilangan tekadnya. Ia mengira Naomi akan mundur karena tak mau kehilangan kebebasan dan masa mudanya. Tepat saat ia hendak berdiri…
“Sir,” panggil Naomi. “Bolehkah aku mengajukan diri sebagai agen terselubung? Ehm… maksudku, saat ikut campur berurusan dengan organisasi itu aku memakai topeng.”
James mengerutkan kening. “Agen terselubung?”
“Ya. Sebagai Sniper Hare…”
“Hah?” Kini Jodie dan Akai ikut-ikutan bingung.
“Ya… agen FBI yang bersembunyi di balik topeng putih hitamnya. Hare, The Lady Sniper. Bagaimana?”
Akai, Jodie dan James tersenyum dan mengangguk. Dalam hati mereka mensyukuri tekad kuat gadis itu yang akan sangat membantu mereka…

To Be Continued…

Chapter 3 Keputusan
Naomi telah di setujui menjadi Agen FBI oleh pimpinan. Menjadi seorang Sniper. Yusaku setuju, namun Yukiko terlalu khawatir pada Naomi. Mungkinkah Naomi bisa meyakinkan Yukiko?

You Might Also Like

0 Comments