Selasa, 14 Juni 2016

Invisible Detective (Chapter 1)

Beika
Tokyo, Japan

Sepuluh jam telah berlalu sejak Naomi keluar dari bandara Narita usai menyelesaikan kasus itu bersama Heiji Hattori (baca : I’m NOT Perfect). Saat ini, gadis itu berada di dalam porsche carreranya yang baru diambil dari tempat ia memesan.
Hatinya sedang berkecamuk hebat malam ini. Kak Jodie telah mengatakan, kalau FBI memberinya kebebasan bergerak. Bahkan, jikapun Naomi tidak ikut dalam penyergapan malam ini, dia diijinkan. Karena, saat ini dia masih dalam tahap pematangan.
Tapi, tentu saja kekeras kepalaannya tak menginginkan dia hanya duduk dan mendengar cerita hasil penyergapan tersebut. Belum lagi, ia sangat penasaran dengan identitas Vermouth. Dulu di New York, ia berhasil menarik kesimpulan bahwa Vermouth adalah pembunuh yang diselamatkan oleh Ran dan Shinichi. Namun, tak ada esensi lebih jauh.
Menurut file ayahnya, Vermouth diduga kuat adalah Sharon Vineyard. Karena FBI mengambil seorang anak yang ayahnya yang juga FBI, terbunuh karena ulah Vermouth. Anak itu mengidentifikasi Vermouth sebagai Sharon Vineyard.
Berarti, mungkin dia memang Vineyard-sensei. Jika merujuk pada kemampuan penyamarannya, rasanya memang begitu. Tapi, bukankah dia dikabarkan telah meninggal? Yang tersisa hanyalah anaknya, Chris Vineyard. Apakah dia penerus ibunya? Atau, orang yang sama dengan ibunya?
Entahlah... Naomi menghela nafas panjang. Rasanya semua kenyataan ini terlalu sulit diterima akal. Yang harus diputuskan Naomi sekarang adalah, kemana ia akan pergi malam ini.
Naomi belum benar-benar memahami Jepang. Dia tidak tahu seluk beluknya. Dan dia tidak tahu, area apa yang menyambutnya. Sebaiknya, aku dibelakang Kak Jodie mungkin, pikirnya dalam hati.
Naomi mengendarai mobilnya kembali ke sebuah apartemen. Dia telah mengambil sebuah keputusan mutlak.

...

“Naomi, apa kau bisa melihat mereka dari sini?” tanya Shuichi di sebelah Naomi.
Saat ini, mereka berdua sedang berada di atas gedung tempat Vermouth dan Kak Jodie berdiri. Mereka hanya samar-samar mendengar percakapan Bahasa Inggris. Karena harus menjaga jarak agar tak ketahuan oleh sniper organisasi yang telah bersiap jauh di depan mereka.
“Aku bisa melihat mereka, hanya saja tak cukup mendengar percakapan mereka.” jawab Naomi sambil berbisik.
“Baiklah Naomi,” balas Shuichi. “Setelah aku tak lagi disampingmu, tembak titik vital sniper itu. Sepertinya, keadaan di bawah mulai gawat.”
Shuichi dalam sekejap menghilang dari samping Naomi. Gadis itu tahu apa yang harus dilakukannya. Dia harus menembakkan pistol berperedam untuk melumpuhkan si sniper, dan menggunakan shotgun di saat yang bersamaan dengan Kak Shuichi untuk merobohkannya. Tentu saja bersamaan agar suaranya tersamarkan.
FBI berharap agar sniper itu tidak mati, agar bisa dimintai keterangan.
Rupanya, tepat ketika Naomi akan menembak sniper itu dengan pistol berperedam, terdengar suara shotgun dari bawah, sehingga secara refleks, Naomi menukar pistolnya dengan shotgun, dan menembakkannya.
DOORR!!
Sniper itu roboh. Naomi segera ke posisinya untuk memastikan kondisi si sniper. “Celaka!” ujar Naomi. “Dia mati!”
Naomi melongok ke bawah, ia melihat seorang wanita yang samar-samar ia kenali sebagai Ran Mouri terbaring di tanah dengan memeluk gadis kecil yang tak kukenal.
Kemudian Kak Jodie bermaksud berlari mengejar mobil yang pengemudinya menembakkan sesuatu ke mobil FBI. Tapi Naomi mendengar Kak Shuichi mengatakan sesuatu yang terpotong. “...belum bisa bertemu dengan gadis berambut coklat ini.” Aku mencoba lebih menajamkan telinga. “Bagaimana kalau kita bersiap menyelamatkan anak laki-laki jenius dalam mobil itu?”
Hah? Anak laki-laki? Naomi terkejut. Mungkinkah di dalam mobil itu ada anak laki-laki? Kalau begitu, Vermouth. Aku yang akan bertaruh denganmu.
Naomi menenteng Shotgun dan pistolnya, segera berlari ke mobil kesayangan terbarunya, porsche carrera hitam. Dengan cepat memacu mobilnya ke arah Vermouth menghilang...

...

“Biar aku yang urus Vermouth dan menyelamatkan anak itu, Kak Shuichi.” kata Naomi yakin saat Shuichi Akai meneleponnya.
Naomi cepat menutup teleponnya, sebelum Shuichi menceramahinya macam-macam. Dia tak ada waktu untuk mendengarkan ceramah yang sia-sia, dan takkan mengubah pendiriannya.
Gadis berambut coklat panjang itu sedikit bimbang. Mungkinkah ia berjalan ke arah yang salah?
Dia terus memacu mobilnya sebelum terlambat.
Dari kejauhan, terlihat sebuah mobil yang tak asing lagi di matanya. Tampaknya, mobil yang dikendarai Vermouth.
Naomi turun dari mobilnya dan berjalan keluar dari mobil. Tepat pada saat itu, terlihat wanita berambut panjang blonde platina keluar dari mobil yang ditujunya.
Wanita itu melihat Naomi. Bahkan memandangnya cukup lama dengan seringainya. Naomi berpikir. Bagaimana jika ia mencoba mempertaruhkan dugaannya. Siapa tahu, apa yang ia pikirkan sebelum penyergapan ini benar. Mungkin benar.
Jadi, Naomi memanggil wanita itu, “Wow, mimpi apa aku sampai bertemu dengan seorang artis kawakan Chris Vineyard. Yang dianggap sebagai anak dari Sharon Vineyard. Namun sebenarnya adalah...”
“Tepat sekali Naomi.” sebelum Naomi menyelesaikan kata-katanya, Vermouth telah menyahut. “Sekarang kau sudah besar ya?” Naomi menghela nafas.
Tepat? Ternyata memang tepat ya? Bahkan dia mengenalku, fikir Naomi. Padahal dia adalah orang yang kukagumi. Padahal aku sangat mengaguminya.
Naomi menunduk. Dia begitu terpukul dengan apa yang menjadi kenyataan. Meski dia telah memperkirakannya, dia tak pernah menyengka bahwa ada hal mustahil yang terjadi di sunia ini.
“Why, dear?” tanya Vermouth memandang Naomi.
Air mata membasahi pipi Naomi perlahan demi perlahan. “Stop call me like that.” sahut Naomi dengan suara parau dan serak. “You’re not kind enough to call me like my hero, Aunti Sharon. I love her, because she is the best woman ever I meet. Not like you!” bentak Naomi.
“Naomi, she is me. And until the end of time, I still Sharon Vineyard.” lanjut Vermouth. Entah apa yang wanita berambut blonde platina itu pikirkan sekarang. Mungkinkah dia agak... sedih?
“NO, SHARON ISN’T EVIL. SHE IS MY HERO. SHE IS MY IDOL. I CAN’T BELIEVE YOU!” Naomi berteriak sambil menangis. Menjatuhkan seluruh senjata yang dimilikinya ke tanah. Hatinya rasanya hancur. Padahal, Sharon adalah pahlawannya, idolanya. Kenapa harus dia?
“Hare,” panggil Vermouth tegas. “tangkap aku!”
“Tidak!” jawab Naomi tegas.
Naomi menatap Vermouth. Dia memanggilnya, Hare? Mungkin sebenarnya dia sudah tahu kalau Naomi adalah Hare sejak penyergapan waktu itu.
Naomi dan Vermouth untuk beberapa saat hanya mampu diam. Naomi asyik dengan luluhnya sesuatu yang asin ke pipinya, dan Vermouth hanya memperhatikan.
Tiba-tiba, kata-kata seseorang merasuki pikirannya, Apa ini Naomi? Ingat POKER FACE!
Setelah mendengar suara itu, entah medapat kekuatan darimana, Naomi mengusap seluruh airmatanya. “Aku bukan pengecut yang akan menangkapmu dalam kondisi seperti ini.” Gadis itu mengembalikan seluruh gaya bicaranya yang serius dan penuh misteri.
“Oh ya?” Vermouth merespon dengan sedikit tersenyum. Mungkin diam-diam, dia tersenyum karena Naomi dapat mengembalikan keangkuhannya.
“Aku menghormatimu sebagai Sharon Vineyard. Guruku yang kukagumi. Tapi sekarang kita berbeda, Vermouth.” Naomi berlutut, memungut senjatanya, dan kembali berdiri mengangkat kepala. Menatap Vermouth dengan berani.
“Ya, Naomi. Kau bukan gadis kecilku lagi saat ini. Kita adalah dua wanita yang berdiri di kubu berbeda.” tambah Vermouth.
“Kau hitam, dan aku putih. Kita bukanlah abu-abu yang bebas memilih kemana akan berjalan. Now, we are enemy.” Naomi menyahut lagi. Kali ini benar-benar tanpa airmata yang tersisa.
“Salah satu dari kita akan membunuh yang lainnya.” kata Vermouth dramatis.
“Semua itu diselimuti oleh rahasia. Tak ada yang akan tahu baik aku atau kau. Tentu saja karena...”
“A SECRET MAKES A WOMAN WOMAN!” Naomi dan Vermouth berbicara bersamaan. Mereka satu sama lain melemparkan senyum penuh rahasia. Lalu mereka berbalik ke arah yang berlawanan.
Vermouth menghilang dibalik pepohonan. Dan Naomi memeriksa keadaan dalam mobil. Seorang anak laki-laki yang tampak tak asing terlihat di depan matanya. Namun, ia tak mengenalinya.
Naomi bermaksud menyentuhnya ketika melihat alat transceiver yang dirusak. Kalau sinyal sempat diterima oleh orang yang terhubung dengan alat ini, mungkin seseorang akan datang. Karena Naomi belum mau memperlihatkan kehadirannya di depan banyak orang, dia memutuskan untuk kembali ke mobil dan menelepon Shuichi Akai untuk memberitahukan keberadaan anak laki-laki itu.

...

“Jadi begitu ceritanya, Kak Jodie.” Naomi manggut-manggut ketika mendengar cerita tentang bagaimana Jodie menyaksikan ayahnya dibunuh, dan tentang dia yang berusaha agar keberadaannya tak terlacak Vermouth.
“Begitulah, Naomi. Itu sebabnya aku jarang ikut penyergapan terang-terangan. Dan, apa kau bersedia untuk menceritakan tentang hubunganmu dengan Vermouth?” tanya Jodie Starling.
“Sebelum itu, Kak. Bisa tolong ceritakan tentang anak laki-laki yang ada di mobil Vermouth?” pinta Naomi.
“Maksudmu Conan Edogawa? Aku punya banyak cerita tentang dia.” sahut Jodie bersemangat sambil tersenyum.

To be continued

Chapter 2 : One More Kudo
Kudo yang lain datang ke SMU Teitan. Apa hubungannya dengan Shinichi? pikir Ran.


Kalau cerita sebelumnya sangat sesuai dengan komik, seperti teater Golden Apple, Kematian Saguru Itakura, dan sekarang tentang undangan halloween atas nama vermouth, maka fanfic ini kedepannya tidak sesuai dengan komiknya. Maaf, karena aku sedikit mengacak cerita. Namanya juga fanfic. Tapi hal penting seperti kecelakaan Rena Mizunashi, kedatangan Eisuke Hondo, dan aksi Kid si pencuri akan tetap ada. Jangan khawatir.

0 comments:

Posting Komentar