Selasa, 14 Juni 2016

Invisible Detective (Chapter 2)

“Aku sungguh-sungguh, Ran. Mungkin saja dia memang ada hubungannya dengan Shinichi,” ujar Sonoko tepat di telinga Ran. Membuat gadis itu agak menyipitkan matanya.
“Sudahlah, Sonoko. Mungkin hanya nama keluarganya yang sama. Keluarga Kudo sangat banyak di Jepang,” balas Ran tenang. Hari ini dia tidak masuk sekolah karena sakit.
Dengan cemas, Sonoko menjenguknya. Tapi kedatangan Sonoko tampaknya malah memperburuk kedaannya. Pasalnya, Sonoko bersikeras kalau siswi baru di SMU Teitan ada hubungannya dengan Shinichi, karena nama keluarganya sama.
“Memangnya dia sekelas dengan kita Sonoko?” tanya Ran kemudian, sambil mencoba menahan sakit kepalanya.
Sonoko tampaknya tidak peka dengan rasa sakit di kepala Ran. Dia malah mengambil segelas air yang sudah disuguhkan Ran di atas meja dan meminumnya. Kemudian, dia berkata, “dia tidak sekelas dengan kita. Tapi dia ada di kelas sebelah. Dan, kau tahu tidak? Dia sangat populer hanya karna memiliki nama belakang Kudo.”
Ran hanya menyahuti dengan senyuman. Rasa sakit di kepalanya masih ada, meskipun saat ini sudah berkurang. “Memangnya, nama depannya siapa?” tanya Ran.
“Entahlah, Ran. Aku tidak begitu menyimak obrolan teman-teman tentang gadis itu, dan tidak berusaha mencari tahu namanya. Tapi, tadi aku sempat berpapasan dengannya,” jawab Sonoko.
“Oh ya?”
“Ya, Ran. Dia gadis yang lumayan manis menurutku. Aku berpapasan dengannya sepulang sekolah. Dia mengenakan tas bertuliskan huruf N. Rambutnya coklat panjang terikat, dan jatuh dengan sangat indah. Menurutku, dia adalah jenis-jenis wanita genit yang biasa menjaga penampilan,” oceh Sonoko panjang lebar.
Ran lagi-lagi hanya tersenyum. Tapi, kali ini senyum geli. “Jangan menilai orang dari penampilannya, Sonoko. Mungkin saja, dia gila misteri seperti Shinichi. Lagipula, darimana kau tahu dia anak baru itu?” tanya Ran.
“Tentu saja aku tahu Ran,” sahut Sonoko, “aku tak pernah melihatnya sebelum ini.”
Tiba-tiba, rasa sakit di kepala Ran memuncak.
“Sebaiknya Kak Ran ke dokter,” ujar sebuah suara yang muncul dari balik pintu.
Ran dan Sonoko menoleh ke arah suara berasal, dan menemukan sesosok anak kecil masuk dari sana.
“Apa maksudmu, Conan? Aku baik-baik saja,” kata Ran, berusaha terlihat kedadaannya baik-baik saja.
“Kau tidak bisa membohongiku, Kak. Wajahmu pucat.”
“Astaga, Ran! benar juga. Wajahmu pucat,” sahut Sonoko yang nampaknya baru sadar.
Conan jengkel. Bodoh! Kenapa kau baru menyadarinya sekarang? Padahal sejak tadi kau duduk dihadapannya, gumamnya dalam hati.
“Aku baik-baik saja,” bantah Ran lagi.
“Sudahlah, Ran. Ayo kita ke Dokter Araide!” ajak Sonoko, setengah memaksa sepertinya.
Ran menghela nafas perlahan. “Baiklah,” ujarnya menyerah, “aku akan bersiap-siap.”
Conan dan Sonoko tersenyum mendengarnya.

...

Naomi berada dalam mobilnya, Porsche Carrera hitam. Gadis itu baru saja kembali dari kediaman keluarga Kudo. Rumah yang sudah cukup akrab dengannya, bahkan sebelum dia diangkat menjadi anak.
Tadinya, dia berniat untuk tinggal di rumah itu. Tapi, tampaknya rumah itu agak berbahaya. Banyak bekas alat penyadap yang baru dilepaskan di dalamnya. Dan, kalau dilihat-lihat, rumah itu sepertinya bekas ditinggali seseorang.
Mungkin saja ibunya. Mengingat apa yang dikatakan ayahnya di Amerika sebelum dia berangkat.
Tapi, tetap ada kemungkinan lain. Bisa saja seseorang yang menyelinap masuk ke rumah itu, berusaha menyelidiki tentang menghilangnya Shinichi. Karena sepertinya, banyak bekas penggeledahan di barang-barang milik Shinichi. Bekas penggeledahan yang sangat jelas.
Bahkan, ada kemungkinan, ini ulah ‘mereka’.
Oh ya, ngomong-ngomong soal ‘mereka’, Naomi jadi ingat anak laki-laki mencurigakan yang ada di mobil Vermouth.
Naomi berusaha mengingat-ingat percakapannya dengan Kak Jodie tempo hari soal anak itu. Gadis itu merasa benar-benar mengenalnya. Tapi, entahlah, siapa dia sebenarnya.
Garis wajahnya yang kurang terlihat karena tertutup kacamata, mengingatkan Naomi pada seseorang yang sangat dikenalnya. Tapi siapa?
Menurut Kak Jodie, anak itu bernama Conan Edogawa. Murid kelas 1 B SD Teitan. Dia adalah anggota dari Grup Detektif Cilik yang paling pandai. Karena kecerdasannya, grup detektif cilik menjadi terkenal dan akrab dengan polisi.
Grup Detektif itu juga menjadi salah satu narasumber yang cukup didengarkan oleh para polisi.
Itu aneh.
Sejak kapan anak kecil menjadi narasumber yang bisa dipercaya?
Hal itu baru bisa terjadi jika anak-anak itu melakukan hal yang luar biasa. Tapi, hal seperti apa?
Naomi merasa, dia benar-benar harus menyelidiki anak bernama Conan Edogawa itu. Vermouth bukan orang yang akan menculik seorang anak yang tak berarti. Anak itu pasti memiliki sesuatu. Pasti.
Sedang asyiknya dia berpikir, tiba-tiba jalannya terhalang dihentikan polisi.
Naomi membuka jendelanya cukup lebar dan menyembulkan kepala. Seorang polisi lalu lintas wanita menghampiri mobilnya. “Maaf, kami harus menghentikan jalan anda,” ucap polwan itu, “ada sedikit kecelakaan di depan sana.”
Naomi tak bereaksi apa-apa. Dia hanya mencoba tersenyum. Gadis itu kemudian memarkirkan mobilnya di tempat yang tepat, lalu keluar dari mobil dan menghampiri lokasi.
Siapa tahu saja, dia bisa membantu.

...

Ran, Conan, dan Sonoko berjalan keluar dari kantor detektif.
“Jadi Sonoko,” Ran membuka pembicaraan, “apakah Kyogoku sudah menghubungimu?”
Wajah Sonoko agak memerah. Sementara Conan hanya memasang tampang jengkel. Dasar cewek! ujarnya dalam hati.
“Em, yah, kemarin dia meneleponku,” jawab Sonoko gugup.
“Baguslah kalau begitu,” sahut Ran ceria.
“Jadi, bagaimana dengan Shinichi? Apa dia sudah menghubungimu lagi sejak kasus Aya?” tanya Sonoko. Dan kali ini, wajah Ran dan Conan yang memerah. Apa sih anak kecil ini ikut-ikutan saja! gumam Sonoko sebal melihat wajah Conan.
Ran dengan terbata menjawab, “belum. Sepertinya dia lupa padaku gara-gara kasus.” Lalu, wajah Ran berubah sedih. Agak menyeramkan jika dipadukan dengan wajahnya yang saat ini pucat. Sepertinya penyakitnya cukup parah.
“Yang sabar ya, Ran. Dasar si Kudo itu! Membiarkan istrinya menunggunya seperti ini!” maki Sonoko.
“Hei, Sonoko! Dia bukan suamiku!” bantah Ran dengan wajah memerah. Conan memasang tampang tambah jengkel mendengar namanya dibawa-bawa. Huh! Yang benar saja!
“Oh iya, Ran. Kalau anak baru itu benar-benar ada hubungannya dengan Shinichi, mungkin kau bisa menanyakan suamimu itu padanya,” kata Sonoko.
Wajah Conan berubah serius. “Anak baru?” tanyanya.
“Iya, Conan,” Ran menjawab, “kata Sonoko, di sekolah kami ada anak baru yang nama keluarganya juga Kudo. Dan katanya, mungkin dia ada hubungannya dengan Shinichi.”
“Laki-laki?” tanya Conan lagi.
Sonoko menggeleng. “Perempuan,” katanya.
Conan mengerutkan kening. Perempuan? Bermarga Kudo? Jangan-jangan...
“Hei!” sahut Ran terkejut. Conan membuyarkan lamunannya dan menatap ke jalan dihadapan mereka. Tergeletak sesosok tubuh berlumuran darah dengan kondisi cukup menyeramkan. Dan disana, Ada Takagi, Miwako, serta beberapa petugas forensik.
Tanpa ragu, Conan segera berlari menghampiri mayat. Meninggalkan Ran dan Sonoko yang terdiam dengan tatapan, hei-yang-benar-saja-kau-ini-anak-kecil-macam-apa-sih-?
Ran dan Sonoko menghela nafas panjang bersamaan. Mereka akhirnya menyerah dan menghampiri Conan.
“Penyebab kematiannya adalah racun,” ujar Conan tiba-tiba.
“Hwaaaaaa!!!” teriak Takagi kaget. “Sejak kapan kau disini, Conan?”
“Haha..” tawa Conan tanpa merasa berdosa, “aku disini sejak tadi kok, Paman.”
Ran menghampiri Conan, dan menariknya. “Conan, jangan mengganggu pekerjaan mereka ya...”
“Dia tidak mengganggu, kurasa.” Suara seseorang memotong ucapan Ran. Semua orang menoleh menghadapnya. Semua yang ada disana terkejut.
“Lho, kamu kan anak baru itu, ‘kan?” kata Sonoko terkejut.
“Ah, kamu rupanya. Ya, aku anak baru di SMU Teitan,” jawab orang itu. Lalu dia melanjutkan, “wah, ada kau juga rupanya. Apa kabar, Ran?”
Ran masih terkejut. Tapi akhirnya, dia berhasil menemukan suaranya lagi. “Naomi?”
Ran benar-benar tidak percaya. Ternyata, gadis bermarga Kudo itu memang ada hubungannya dengan Shinichi. Dia adik angkat Shinichi. Awalnya, Ran tidak terpikir sama sekali kalau itu Naomi. Sebab, seingatnya, rambut Naomi warnanya hitam.
“Kenapa, Ran? Sepertinya kau meragukanku,” kata Naomi dengan wajah yang dibuat sedih.
“Bukannya begitu, Naomi. Aku hanya meyakinkan,” jawab Ran kalem.
Naomi hanya tersenyum pada Ran, lalu mengalihkan pandangannya pada Conan.
“Dugaanmu benar, Dik. Orang ini mungkin memang berlumuran darah, tapi penyebab kematiannya adalah racun.” Naomi mulai berspekulasi.
Conan masih diam. Khawatir jika sikapnya yang terlalu banyak tahu menimbulkan kecurigaan. Biar bagaimanapun, Naomi adalah orang yang mengenal masa kecilnya.
Meskipun Ran lebih mengenalnya, namun dia adalah wanita ‘rumahan’. Sedangkan Naomi, entah pekerjaannya apa. Terakhir kali Conan bertemu dengannya adalah waktu masih menjadi Shinichi. Dan saat itu, dia sudah benar-benar mencurigakan.
Conan takut, kalau jubah tempat dia bersembunyi benar-benar terbuka oleh adik angkatnya sendiri...

To Be Continued

Chapter 3 : She’s Different

Semua deduksinya, ketenangannya dalam memecahkan kasus benar-benar berbeda. Dia seperti seorang sniper, menembak dengan tepat ke arah sang pelaku kejahatan.

0 comments:

Posting Komentar