Invisible Detective (Chapter 2)
16.14.00
“Aku
sungguh-sungguh, Ran. Mungkin saja dia memang ada hubungannya dengan Shinichi,”
ujar Sonoko tepat di telinga Ran. Membuat gadis itu agak menyipitkan matanya.
“Sudahlah,
Sonoko. Mungkin hanya nama keluarganya yang sama. Keluarga Kudo sangat banyak
di Jepang,” balas Ran tenang. Hari ini dia tidak masuk sekolah karena sakit.
Dengan cemas,
Sonoko menjenguknya. Tapi kedatangan Sonoko tampaknya malah memperburuk
kedaannya. Pasalnya, Sonoko bersikeras kalau siswi baru di SMU Teitan ada
hubungannya dengan Shinichi, karena nama keluarganya sama.
“Memangnya dia
sekelas dengan kita Sonoko?” tanya Ran kemudian, sambil mencoba menahan sakit
kepalanya.
Sonoko tampaknya
tidak peka dengan rasa sakit di kepala Ran. Dia malah mengambil segelas air
yang sudah disuguhkan Ran di atas meja dan meminumnya. Kemudian, dia berkata,
“dia tidak sekelas dengan kita. Tapi dia ada di kelas sebelah. Dan, kau tahu
tidak? Dia sangat populer hanya karna memiliki nama belakang Kudo.”
Ran hanya
menyahuti dengan senyuman. Rasa sakit di kepalanya masih ada, meskipun saat ini
sudah berkurang. “Memangnya, nama depannya siapa?” tanya Ran.
“Entahlah, Ran.
Aku tidak begitu menyimak obrolan teman-teman tentang gadis itu, dan tidak
berusaha mencari tahu namanya. Tapi, tadi aku sempat berpapasan dengannya,”
jawab Sonoko.
“Oh ya?”
“Ya, Ran. Dia
gadis yang lumayan manis menurutku. Aku berpapasan dengannya sepulang sekolah.
Dia mengenakan tas bertuliskan huruf N. Rambutnya coklat panjang terikat, dan
jatuh dengan sangat indah. Menurutku, dia adalah jenis-jenis wanita genit yang
biasa menjaga penampilan,” oceh Sonoko panjang lebar.
Ran lagi-lagi
hanya tersenyum. Tapi, kali ini senyum geli. “Jangan menilai orang dari
penampilannya, Sonoko. Mungkin saja, dia gila misteri seperti Shinichi.
Lagipula, darimana kau tahu dia anak baru itu?” tanya Ran.
“Tentu saja aku
tahu Ran,” sahut Sonoko, “aku tak pernah melihatnya sebelum ini.”
Tiba-tiba, rasa
sakit di kepala Ran memuncak.
“Sebaiknya Kak
Ran ke dokter,” ujar sebuah suara yang muncul dari balik pintu.
Ran dan Sonoko
menoleh ke arah suara berasal, dan menemukan sesosok anak kecil masuk dari
sana.
“Apa maksudmu,
Conan? Aku baik-baik saja,” kata Ran, berusaha terlihat kedadaannya baik-baik
saja.
“Kau tidak bisa
membohongiku, Kak. Wajahmu pucat.”
“Astaga, Ran!
benar juga. Wajahmu pucat,” sahut Sonoko yang nampaknya baru sadar.
Conan jengkel. Bodoh! Kenapa kau baru menyadarinya
sekarang? Padahal sejak tadi kau duduk dihadapannya, gumamnya dalam hati.
“Aku baik-baik
saja,” bantah Ran lagi.
“Sudahlah, Ran.
Ayo kita ke Dokter Araide!” ajak Sonoko, setengah memaksa sepertinya.
Ran menghela
nafas perlahan. “Baiklah,” ujarnya menyerah, “aku akan bersiap-siap.”
Conan dan Sonoko
tersenyum mendengarnya.
...
Naomi berada
dalam mobilnya, Porsche Carrera hitam. Gadis itu baru saja kembali dari
kediaman keluarga Kudo. Rumah yang sudah cukup akrab dengannya, bahkan sebelum
dia diangkat menjadi anak.
Tadinya, dia
berniat untuk tinggal di rumah itu. Tapi, tampaknya rumah itu agak berbahaya.
Banyak bekas alat penyadap yang baru dilepaskan di dalamnya. Dan, kalau
dilihat-lihat, rumah itu sepertinya bekas ditinggali seseorang.
Mungkin saja
ibunya. Mengingat apa yang dikatakan ayahnya di Amerika sebelum dia berangkat.
Tapi, tetap ada
kemungkinan lain. Bisa saja seseorang yang menyelinap masuk ke rumah itu,
berusaha menyelidiki tentang menghilangnya Shinichi. Karena sepertinya, banyak
bekas penggeledahan di barang-barang milik Shinichi. Bekas penggeledahan yang
sangat jelas.
Bahkan, ada
kemungkinan, ini ulah ‘mereka’.
Oh ya,
ngomong-ngomong soal ‘mereka’, Naomi jadi ingat anak laki-laki mencurigakan
yang ada di mobil Vermouth.
Naomi berusaha
mengingat-ingat percakapannya dengan Kak Jodie tempo hari soal anak itu. Gadis
itu merasa benar-benar mengenalnya. Tapi, entahlah, siapa dia sebenarnya.
Garis wajahnya
yang kurang terlihat karena tertutup kacamata, mengingatkan Naomi pada
seseorang yang sangat dikenalnya. Tapi siapa?
Menurut Kak
Jodie, anak itu bernama Conan Edogawa. Murid kelas 1 B SD Teitan. Dia adalah
anggota dari Grup Detektif Cilik yang paling pandai. Karena kecerdasannya, grup
detektif cilik menjadi terkenal dan akrab dengan polisi.
Grup Detektif itu
juga menjadi salah satu narasumber yang cukup didengarkan oleh para polisi.
Itu aneh.
Sejak kapan anak
kecil menjadi narasumber yang bisa dipercaya?
Hal itu baru bisa
terjadi jika anak-anak itu melakukan hal yang luar biasa. Tapi, hal seperti
apa?
Naomi merasa, dia
benar-benar harus menyelidiki anak bernama Conan Edogawa itu. Vermouth bukan
orang yang akan menculik seorang anak yang tak berarti. Anak itu pasti memiliki
sesuatu. Pasti.
Sedang asyiknya
dia berpikir, tiba-tiba jalannya terhalang dihentikan polisi.
Naomi membuka jendelanya
cukup lebar dan menyembulkan kepala. Seorang polisi lalu lintas wanita
menghampiri mobilnya. “Maaf, kami harus menghentikan jalan anda,” ucap polwan
itu, “ada sedikit kecelakaan di depan sana.”
Naomi tak
bereaksi apa-apa. Dia hanya mencoba tersenyum. Gadis itu kemudian memarkirkan
mobilnya di tempat yang tepat, lalu keluar dari mobil dan menghampiri lokasi.
Siapa tahu saja,
dia bisa membantu.
...
Ran, Conan, dan
Sonoko berjalan keluar dari kantor detektif.
“Jadi Sonoko,”
Ran membuka pembicaraan, “apakah Kyogoku sudah menghubungimu?”
Wajah Sonoko agak
memerah. Sementara Conan hanya memasang tampang jengkel. Dasar cewek! ujarnya dalam hati.
“Em, yah, kemarin
dia meneleponku,” jawab Sonoko gugup.
“Baguslah kalau
begitu,” sahut Ran ceria.
“Jadi, bagaimana
dengan Shinichi? Apa dia sudah menghubungimu lagi sejak kasus Aya?” tanya
Sonoko. Dan kali ini, wajah Ran dan Conan yang memerah. Apa sih anak kecil ini ikut-ikutan saja! gumam Sonoko sebal melihat
wajah Conan.
Ran dengan
terbata menjawab, “belum. Sepertinya dia lupa padaku gara-gara kasus.” Lalu,
wajah Ran berubah sedih. Agak menyeramkan jika dipadukan dengan wajahnya yang
saat ini pucat. Sepertinya penyakitnya cukup parah.
“Yang sabar ya,
Ran. Dasar si Kudo itu! Membiarkan istrinya menunggunya seperti ini!” maki
Sonoko.
“Hei, Sonoko! Dia
bukan suamiku!” bantah Ran dengan wajah memerah. Conan memasang tampang tambah
jengkel mendengar namanya dibawa-bawa.
Huh! Yang benar saja!
“Oh iya, Ran.
Kalau anak baru itu benar-benar ada hubungannya dengan Shinichi, mungkin kau
bisa menanyakan suamimu itu padanya,” kata Sonoko.
Wajah Conan
berubah serius. “Anak baru?” tanyanya.
“Iya, Conan,” Ran
menjawab, “kata Sonoko, di sekolah kami ada anak baru yang nama keluarganya
juga Kudo. Dan katanya, mungkin dia ada hubungannya dengan Shinichi.”
“Laki-laki?”
tanya Conan lagi.
Sonoko
menggeleng. “Perempuan,” katanya.
Conan mengerutkan
kening. Perempuan? Bermarga Kudo? Jangan-jangan...
“Hei!” sahut Ran
terkejut. Conan membuyarkan lamunannya dan menatap ke jalan dihadapan mereka.
Tergeletak sesosok tubuh berlumuran darah dengan kondisi cukup menyeramkan. Dan
disana, Ada Takagi, Miwako, serta beberapa petugas forensik.
Tanpa ragu, Conan
segera berlari menghampiri mayat. Meninggalkan Ran dan Sonoko yang terdiam
dengan tatapan, hei-yang-benar-saja-kau-ini-anak-kecil-macam-apa-sih-?
Ran dan Sonoko
menghela nafas panjang bersamaan. Mereka akhirnya menyerah dan menghampiri
Conan.
“Penyebab
kematiannya adalah racun,” ujar Conan tiba-tiba.
“Hwaaaaaa!!!”
teriak Takagi kaget. “Sejak kapan kau disini, Conan?”
“Haha..” tawa
Conan tanpa merasa berdosa, “aku disini sejak tadi kok, Paman.”
Ran menghampiri
Conan, dan menariknya. “Conan, jangan mengganggu pekerjaan mereka ya...”
“Dia tidak
mengganggu, kurasa.” Suara seseorang memotong ucapan Ran. Semua orang menoleh
menghadapnya. Semua yang ada disana terkejut.
“Lho, kamu kan
anak baru itu, ‘kan?” kata Sonoko terkejut.
“Ah, kamu
rupanya. Ya, aku anak baru di SMU Teitan,” jawab orang itu. Lalu dia
melanjutkan, “wah, ada kau juga rupanya. Apa kabar, Ran?”
Ran masih
terkejut. Tapi akhirnya, dia berhasil menemukan suaranya lagi. “Naomi?”
Ran benar-benar
tidak percaya. Ternyata, gadis bermarga Kudo itu memang ada hubungannya dengan
Shinichi. Dia adik angkat Shinichi. Awalnya, Ran tidak terpikir sama sekali
kalau itu Naomi. Sebab, seingatnya, rambut Naomi warnanya hitam.
“Kenapa, Ran?
Sepertinya kau meragukanku,” kata Naomi dengan wajah yang dibuat sedih.
“Bukannya begitu,
Naomi. Aku hanya meyakinkan,” jawab Ran kalem.
Naomi hanya
tersenyum pada Ran, lalu mengalihkan pandangannya pada Conan.
“Dugaanmu benar,
Dik. Orang ini mungkin memang berlumuran darah, tapi penyebab kematiannya
adalah racun.” Naomi mulai berspekulasi.
Conan masih diam.
Khawatir jika sikapnya yang terlalu banyak tahu menimbulkan kecurigaan. Biar
bagaimanapun, Naomi adalah orang yang mengenal masa kecilnya.
Meskipun Ran
lebih mengenalnya, namun dia adalah wanita ‘rumahan’. Sedangkan Naomi, entah
pekerjaannya apa. Terakhir kali Conan bertemu dengannya adalah waktu masih
menjadi Shinichi. Dan saat itu, dia sudah benar-benar mencurigakan.
Conan takut,
kalau jubah tempat dia bersembunyi benar-benar terbuka oleh adik angkatnya
sendiri...
To Be Continued
Chapter 3 : She’s
Different
Semua deduksinya,
ketenangannya dalam memecahkan kasus benar-benar berbeda. Dia seperti seorang
sniper, menembak dengan tepat ke arah sang pelaku kejahatan.
0 Comments